Kamis, 02 April 2009

konseling psikoanalisa & kelompok


KONSELING PSIKOANALISA

Freud adalah seorang Jerman keturunan Yahudi, pada masa kebangkitan Hitler, ia harus melarikan diri ke Inggris dan meninggal di London tanggal 23 September 1939. Freud secara skematis menggambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es. Bagian yang muncul dipermukaan air adalah bagian yang terkecil, yaitu puncak dari gunung es itu, yang dalam hal kejiwaan adalah bagian kesadaran (consiousness) Agak dibawah permukaan air adalah bagian yang disebutnya prakesadaran (Subconsiousness atau Preconsiousness) yang berisi hal yang sewaktu-waktu dapat muncul ke kesadaran.
Bagian yang terbesar dari gunung es itu berada di bawah permukaan air dan dalam hal jiwa merupakan alam ketidaksadaran (unconsciousness) yang berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul ke permukaan atau mendesak terus ke atas kesadaran, sedangkan tempat di atas sangat terbatas sekali. Tinggallah “ego” (aku) yang memang menjadi pusat dari kesadaran yang harus mengatur dorongan-dorongan yang mana harus tetap tinggal di ketidaksadaran. Meskipun begitu tetapi mereka ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak terus dan kalau “ego” tidak cukup kuat menahan desakan ini akan terjadilah kelainan-kelainan kejiwaan seperti psikoneurose atau psikose.
Dorongan-dorongan itu sebagian adalah sudah ada sejak manusia lahir, yaitu dorongan seksual dan agresi, sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada tingkat kesadaran dan pengalaman itu bersifat traumatis (menggoncangkan jiwa), sehingga perlu ditekan dan dimasukkan dalam ketidaksadaran. Segala tingkah laku manusia menurut Freud, bersumber pada dorongan-dorongan yang terletak jauh di dalam ketidaksadaran, karena itu psikologi Freud disebut juga psikologi dalam (Depth psychology).
Selain itu teori Freud disebut juga sebagai teori psikodinamik (dynamic psychology), karena ia menekankan kepada dinamika atau gerak mendorong dari dorongan-dorongan dalam ketidaksadaran itu ke kesadaran. Dan dapat berfungsi sebagai tiga macam teori, yaitu:
1. Sebagai teori kepribadian
2. Sebagai teknik analisa kepribadian.
3. Sebagai metode terapi (penyembuhan)
Sebagai teori kepribadian, psikoanalisa mengatakan bahwa jiwa terdiri dari tiga sistem yaitu: id (es), super ego (uber ich) dan ego (ich). Id terletak dalam ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan, yaitu dorongn untuk hidu dan mempertahankan kehidupan (life instinch). Bentukan dari dorongan hidup adalah dorongan seksual atau disebut juga libido dan bentuk dari dorongan mati adalah dorongan agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang ingin menyerang orang lain, berkelahi atau berperang atau marah. Prinsip yang dianut oleh id adalah prinsip kesenangan (pleasure prinsiple), yaitu bahwa tujuan dari id adalah memuaskan semua dororngan primitif ini.
Superego adalah suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id., sistem ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan. Superego berisi dorongan-dorongan untuk berbuat kebaikan, dorongan untuk mengikuti norma-norma masyarakat dan sebagainya dan akan berusaha menekan dorongan yang timbul dari id karena dorongan dari id yang masih primitif ini tidak sesuai atau tidak bisa diterima oleh superego. Di sinilah terjadi tekan menekan antara dorongan-dorongan yang berasal dari id dan superego. Kadang-kadang superegolah yang menang, kadang kadang id lah yang lebih kuat.di sini pula nampak teori psiodinamika dari freud.
Ego adalah sistem di mana kedua dorongan dari id dan superego beradu kekuatan, fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari id yng dimunculkan ke kesadaran, sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego sendiri tidak mempuyai dorongan atau energi, ia menyesuaikan dorongan id atau superego dengan kenyataan di dunia luar. Ego adalah satu-satunya sistem yang langsung berhubungan dengan dunia luar, karena itu ia dapat mempertimbangkan faktor kenyataan ini.
Ego yang lemah tidak dapat menjaga keseimbangan antara superego dan id. Kalau ego terlalu dikuasai oleh dorongan-dorongan dari id saja, maka orang itu akan menjadi psikopat (tidak memperhatikan norma-norma dalam segala tindakannya), kalau orang itu terlalu dikuasai oleh superegonya, maka orang itu akan menjadi psiko neurose (tidak dapat menyalurkan sebagian besar dorongan-dorongan primitifnya). Selanjutnya Freud mengatakan bahwa untuk menyalurkan dorongan-dorongan primitif yang tidak bisa dibenarkan oleh superego, ego mempunyai cara-cara tertentu yang disebut sebagai mekanisme pertahanan.
Mekanisme pertahanan ini gunanya untuk melindungi ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diizinkan muncul oleh superego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan Freud adalah:
1. Represi
Suatu hal yang pernah dialami dan menimbulkan ancaman bagi ego ditekan masuk keketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak mengganggu ego lagi. Perbedaannya dengan proses lupa bahwa dalam lupa hal yang dilupakan itu hanya disimpan dalam bawah sadar dan sewaktu-waktu dapat muncul kembali, sedangkan pada represi (Repression) hal yang di repres tidak dapat dikeluarkan ke kesadaran dan disimpannya dalam ketidaksadaran.
2. Pembentukan Reaksi (Reoction Formation)
Seseorang bereaksi justru sebaliknya dari yang dikehendakinya demi tidak melanggar ketentuan dari superego. Misalnya seorang ibu membnci anaknya, karena anak ini hampir merenggut jiwanya waktu ibu itu melahirkan. Ibu ini ingin sekali membunuh anaknya (dorongan agresi), tetapi superego tidak membenarkan perbuatan itu. Karena itu, ibu ini bertindak sebaliknya, yaitu sangat menyayanginya secara berlebih-lebihan terhadap anak. Sebagai akabat dari kasih sayang yag berlebih-lebihan itu , maka anak juga menderita karena seba terkekang.
3. Proyeksi (Projection)
Karena superego seseorang melarang ia mempunyai suatu perasaan atau sikap tertentu terhadap orang lain, maka ia berbuat seolah-olah orang lain itulah yang punya sikap atau perasaan tertentu itu terhadap dirinya.
4. Penempatan yang Keliru (Displacement)
Kalau seseorang tidak dapat melampaskan perasaan tertentu karena hambatan dari superego, maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga.
5. Rasionalisasi (Rasionalisation)
Dorongan-dorongan yang sebenarnya dilarang oleh superego dicaakan penalaran sedemikian rupa, sehingga seolah-olah dapat dibenarkan.




6. Supresi (Supression)
Supresi adalah juga menekankan sesuatu yang dianggap membahayakan ego ke dalam ketidaksadaran, tetapi berbeda dengan represi, maka hal yang ditekan dalam supresi adalah hal-hal yang datang dari ketidaksadaran sendiri dan belum pernah muncul dalam kesadaran. Misalnya dorongan oedipoes complex,
7. Sublimasi (Sublemation)
Dorongan-dorongan yang tidak dibenarkan oleh superego tetap dilakukan juga dalam bentuk yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat. Misalnya dorongan agresi untuk membunuh orang lain yang sebenarnya tidak dibenarkan oleh superego tetap dilakukan dengan alasan peperangan; berdansa adalah sublimasi dari dorongan seksual; bertinju adalah olah raga yang merupakan sublimasi dorongan-dorongan agresi.
8. Kompensasi (Compensation)
Usaha untuk menutupi kelemahan disalah satu bidang atau organ dengan membuat prestasi yang tinggal diorgan lain atau bidang lain sehingga ego terhindar dari ejekan atau rasa rendah diri.
9. Regresi (Regretion)
Untuk menghindari kegagalan atau ancaman terhadap ego, individu mundur kembali ketaraf perkemabangan yang lebih rendah, misalnya ia menjadi keknakan kembali. Misalny orang yang sudah memasuki usia tua, takut menghadapi ketuaan, maka ia menjadi kekanak-kanakan kembali.

Dalam teori psikoanalisa sebagai teori kepribadian Freud selanjutnya mengatakan bahwa pada setiap orang terhadap seksualitas kanak-kanak (invantile sexuality), yaitu dorongan seksual yang sudah terdapat sejak bayi. Dorongan ini akan berkembang terus menjadi dorngan seksual pada orang dewasa melalui beberapa tingkat perkembangan, yaitu:
1) Fase Oral (Mulut)
2) Fase Anal (Anus)
3) Fase Phalic
4) Fase Latent
5) Fase Genital

Psikoanalisa selain sebagai teori kepribadian, dapat berfungsi sebagai teknik analisa kepribadian. Misalnya untuk dapat menerangkan suatu gejala psikoneurose, agar dapat diusahakan penyembuhan terhadap penderita yang bersangkutan maka perlu dianalisa terlebih dahulu kepribadian penderita yang bersangkutan. Dalam analisa ini umumnya dipergunakan 2 cara pendekatan, yaitu pertama-pertama melihat dinamika dari dorongan-dorongan primitif (khususnya libido) terhadap ego dan bagaimana superego menahan dorongan-dorongan primitif itu. Pendekatan kedua adalah pendekatan sejarah kasus (Case history), terutama untuk melihat fase-fase perkembangan dorongan seksual apakah berjalan wajar, apakah ada hambatan-hambatan dan kalau ada di fase mana mulai terjadi hambatan itu.
Freud percaya bahwa dorongan-dorongan primitif, maupun hal-hal yang derepresi, yang tidak dapat muncul dalam kesadaran dapat memunculkan dirinya dalam bentuk simbol-simbol dalam mimpi. Karena itu dengan menganalisa mimpi freud mengharapkan bisa mengetahui dinamika kepribadian penderita yang bersangkutan.
Teknik yang lain adalah membiarkan penderita berbicara sendiri sebebas-babasnya dengan menggunakan asosiasi bebas. Dalam teknik ini penderita yang disuruh berbaring, serileks mungkin diminta untuk mengasosisikan kata-kata yang diucapkannya sndiri atau kata-kata yang dilontrkan oleh dokter yang memeriksa dengan kata-kata yang pertama kali muncul di ingatannya. Dengan teknik ini, Freud mengharapkan dapat menjaga isi ketidaksadaran dari penderita yang bersangkutan.

PROSES KONSELING
Tujuan konseling secara umum adalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa, dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekontruksikan kepribadian. Satu karakteristik konseling ini adalah bahwa terapi atau analisa bersikap anonim(tak dikenal) dan bertindak dengan sangat sedikit menunjukan perasaan dan pengalamanya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaanya kepada konselor.
Konselor terutama berkenaan dengan membantu klien mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan berhubungan pribdi yang lebih efektif, dalam menghadapi kecemasan melaui cara-cara realistis. Pertamam-tama konselor harus membuat suatu hubungan kerjasama dengan klien dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor memberikan perhatian kepada resistensi atau penolakan klien. Sementara klien berbicara, konselor mendengarkan dan memberikan penafsiran yang memadai fungsinya adalah pempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimapan dalam ketidaksadaran.

TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Asosiasi bebas
Teknik pokok dalam terapai psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikiranya adari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor. Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.
Interpretasi
Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisi mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan mengajarkan klien tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi.
Analisis Mimpi
Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan.
Analisis Dan Interpretasi Resistensi
Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk menyadari alasan timbulnya resistensi.
Analisis Dan Interpretasi Transferensi
Transferensi (pemin dahan) yang muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun.
Tujuan-tujuan konseling secara spesifik adalah membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual. Menghidupkan kembali masa lalu klien dengan menembus konflik yang direpres. Memberikan kesempatan pada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini gagal diatasinya.
HUBUNGAN KLIEN DENGAN KONSELOR
Menurut Prochaska (1984), bahwa dalam konseling psikoanalisis terdapat dua bagian hubungan klien dengan konselor. Yaitu aliansi (working alince) dan transferensi (transfernce), yang dalam konseling keduanya memiliki fungsi yang berbeda.
Bordin menyatakan bahwa sikap aliansi sebagai satu bentuk kerjasama antara klien dengan konselor didasarkan atas kesepakatan mereka atas tujuan-tujuan dan tugas-tuigas konseling dan atasa perkembangan keterikatanya (Kivlighan & Shaughnessy,1995).
Aliansi terjadi pada awal hubungan konselor dengan klien, bersifat relatif rasional, realistik, dan tidak neurotis. Aliansi merupakan prakondisi untuk terjadinya keberhasilan konselor, sejak sikap rasional diberikan oleh klien untuk bekerjasama dengan konselor.
Transferensi merupakan pengalihan segenap pengalaman masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya yang ditunjukan kepada konselor. Dalam psikoanalisis transferensi merupakan bagian penting yang perlu dianalisis, yaitu dalam hal membantu klien dalam membedakan antara khayalan dengan realitas tentang orang-orang yang telah menguasainya (Significant Others). Transferensi membantu klien dalam memahami tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya (Gilliland dkk., 1984).







KONSELING KELOMPOK


A. PENGERTIAN KONSELING KELOMPOK
Konseling kelompok (group counseling) adalah salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feed back) dan pengalaman belajar. Dalam konseling kelompok prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic). Menurut Gazda (1989) konseling kelompok adalah “group counseling is a dynamica interpersonal process focusing on conscious thought and behaviour and involving the therapy function of permissiveness, orientation to reality, catharsis, and mutual trust, caring, understanding acceptanc, and support. The therapy functions are created and nurtured in small group through the sharing of personel concern with one’s peer ang the counselor.
Berdasarkan pengertian diatas, maka konseling kelompok secara prinsipil adalah sebagai berikut:
 Konseling kelompok merupakan hubungan antara (beberapa) konselor dan beberapa konseli.
 Konseling kelompok berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari.
 Dalam konseling kelompok terdapat faktor-faktor yang merupakan aspek terapi bagi konseli.
 Konseling kelompok bermaksud memberikan dorongan dan pemahaman pada konseli untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi konseli.

B. PENDEKATAN KELOMPOK
Banyak sekali pendekatan kelompok yang digunakan sebagai bentuk intervensi psikososial yaitu bimbingan kelompok, psikoterapi kelompok, dan kelompok diskusi terfokus. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dibedakan menurut jenisnya, sebagai berikut:
 Psikoterapi kelompok
Psikoterapi kelompok merupakan bantuan yang diberikan oleh psikoterapis terhadap konseli untuk mengatasi disfungsi kepribadian dan interpersonalnya dengan menggunakan interaksi emosional dalam kelompok kecil. Psikoterapi kelompok ini lebih memfokuskan pada ketidaksadaran, dan pasien yang mengalami gangguan neurotic atau problem emosionanl berat lain, dan dilakukan untuk jangka panjang.
 Konseling kelompok
Konseling kelompok merupakn kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu konseli dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok lebih ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi secara optimal. Dalam konseling kelompok mengatasi konseli dalam keadaan sadar yang tidak mngalami gangguan neurotic dan gangguan fungsi-fungsi kepribadian, serta diselenggarakan dalam jangka waktu pendek atau menengah.
 Kelompok latihan dan pengembangan
Kelompok layihan dan pengembangan ini merupakan pendidikan kesehatan mental dan bukan kelompok terapeutik. Biasanya digunakan untuk melatih sekelompok orang ynag berkeinginan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu, yang tujuannya secara umum bersifat antisipatif dan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya hambatan.
 Diskusi kelompok terfokus
Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) merupakan kegiatan diskusi , tukar pikiran beberapa orang mengenai topic-topik khusus yang telah disepakati oleh anggota kelompok. Topic-topik ini yang dibicarakan adalah topic yang diminati dan disepakati oleh anggota kelompok. Peserta diskusi tidak hrus yang mengalami permasalahan yang sama dengan bahan topic yang dibicarakan tetapi orang tersebut ada minat untuk partisipasi dalam diskusi.
 Self-help
Self-help merupakan forum kelompok yang dijalankan oleh beberapa orang (4-8 orang) yang mengalami masalah yang sama dan berkeinginan untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman sehubungan dengan mengatasi masalah yang sedang dihadapi dan mengembangkan potensinya secara optimal.

C. TUJUAN KONSELING
Konseling kelompok berfokus pada usaha membantu konseli dalam melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuain diri sehari-hari. Konseling kelompok merupakan salah satu bentuk terapeutik yang berhubungan dengan pemberian bantuan berupa pengalaman penyesuain dan perkembangan individu. Tujuan konseling dasarnya dapat dibedakan menjadi dua tujuan yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasionalnya.
Tujuan teoritis yang berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling. Tujuan teoritis menurut Corey(1995:7-8) adalah sebagai berikut:
 To learn to trust onself and others.
 To achieve self-knowledge and develop a sence of one’s unique identity.
 To recognize the communality the participanys needs and problems and develop a sence of universality.
 To increase self acceptance, self-confidence, and self-respect in order to achieve a new view of oneself.
 To learn more effective social skill
 To become aware of ones choices and to make choices wisely
 To learn how to confront others with care, concern, honesty, and directness.
Sedangkan tujuan operasionalnya disesuaikan dengan masalah konseli dan dirumuskan secara bersama-sama antara konseli dan konselor. Tujuan-tujuan diatas dapat tercapai dengan pendekatan pemberian dorongan (supportive), dan pemahaman melalui reedukatif (insight-reeducative)

D. MANFAAT DAN KETERBATASAN KONSELING KELOMPOK
Manfaat yang didapat jika menerapkan konseling kelompok ini adalah dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan, perilaku antisocial, pendidikan dan remaja. Pendekatan kelompok yang diterapkan dalam proses konseling didasarkan atas pertimbangan bahwa pada dasarnya kelompok dapat pula membantu memecahkan sejumlah individu yang bermasalah. Menurut Wiener mengatakan bahwa interaksi kelompok memiliki pengaruh positif untuk kehidupan individu karena kelompok dapat jadikan sebagai media untuk meningkatkan pemahaman diri dan perubahan tingkah laku individual.
Menurut George M. Gazda dalam Group Counseling: A Developmental Approach (1978) dan dikutip oleh Shertzer dan Stone sebagai berikut: ”konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.” Menurutnya, proses itu mengandung ciri-ciri yang terapeutik yang diciptakan dan dibina pada suatu kelompok kecil dengan mengemukakan kesulitan dan keprihatinan pribadi kepada sesame anggota kelompok dan konselor. Secara umum, cirri terapeutik adalah saegala yang melekat pada interaksi antarpribadi dalam kelompok dan membantu untuk memahami diri dengan lebih baik dan menemukan penyelesaian berbagai kesulitan yang dihadapi.
Bagi siswa dan mahasiswa, konseling seperti ini sangat bermanfaat karena adanya interaksi semua anggota kelompok, sehingga kebutuhan psikologis mereka dapat terpenuhi, lebih rela menerima masukan dari rekan konseli dari pada mereka konseling secara individual dan lebih terbuka pada tuntunan mengatur tingkah lakunya agar terbina hubungan social yang lebih baik.
Sedangkan keterbatasan yang ada jika menerapkan konseling dalam pendekatan kelompok adalah
 Setiap konseli perlu berpengalaman konseling individu sehingga konseli tidak ada kesulitan untuk langsung masuk kelompok tanpa diawali dengan tahapan-tahapan sebelumnya. Pengalaman pada konseling individu diperlukan bagi konseli.
 Persoalan beberapa anggota ada yang tidak terselesaikan dengan baik, karena masalah yang dibahas secara umum atau perhatian kelompok terfokus pada permasalahan konseli yang lain.
 Konselor akan menghadapi masalah yang lebih kompleks dan konselor secara spontan harus dapat memberi perhatian kepada setiap konseli yang semuanya menuntut diberikan porsi perhatian yang wajar. Kemampuan secara spontan memberi perhatian untuk banyak konseli dan mengamati satu persatu tingkah lakunya sepanjang hubungan konseling adalah keharusan dan hal ini tentunya tidak mudah dilakukan bagi seorang konselor.
 Kelompok dapat berhenti karena proses kelompok, waktu yang tersedia tidak mencukupi dan membutuhkan waktu yang lama dan ini dapat menghambat perhatian terhadap konseli.
 Kekurangan informasi individu lebih baik ditanangani dengan konseling individu dari pada ditangani dengan konseling kelompok.
 Seseorang sulit percaya pada anggota kelompok, akhirnya perasaan, sikap, nilai, dan tingkah laku tidak dapat dibawa kesituasi kelompok. Jika hal ini terjadi hasil yang optimal tidak akan diperoleh dalam konseling kelompok.
Jika dilihat dari sisi konselinya, menurut George and Cristiani, konseling kelompok ini tidak cocok untuk konseli yang memiliki karakteristik adalah sebagai berikut:
 Dalam keadaan kritis
 Menganggap masalahnya bersifat konfidensdial dan penting untuk dilindungi
 Sedang dalam proses penginterpretasian tes yang berhubungan dengan self-concept
 Memiliki ketakutan berbicara yang luar biasa
 Bener-bener tidak efektif dalam keterampilan hubungan interpersonal.
 Memiliki kesadaran yang sangat terbatas
 Konseli mengalami penyimpangan seksual
 Konseli membutuhkan perhatian yang sangat besar dan terlalu besar jika diselenggarakan dalam bentuk konseling kelompok.
Konseling kelompok memiliki kesamaan dengan konseling individu, yaitu:
1. tujuan yang dicapai; konseli lebih memahami diri sendiri dan mampu mengatur kehidupannya sendiri.
2. suasana berkomunikasi dan berinteraksi; memungkinkan keterbukaan, pengungkapan pikiran dan perasaan secara bebas dan leluasa, dan saling menerima karena salang menghargai
3. kompetensi konselor untuk berakar pada corak kepribadian dan bersumber pada keterampilan membina suasana kebersamaan (maintenance function) dan mengarahkan proses konseling agar efektif dan efisien (task function) dengan menggunakan teknik verbal dan nonverbal.
4. taraf kesehatan mental konseli tergolong kelompok orang yang normal dalam menghadapi tuntutan dan tantangan serta mengalami kesulitan dalam mengembangkan diri secara optimal.
5. ada jaminan kerahasiaan pembicaraan dalam wawancara konseling.
6. bahan pembicaraan menyangkut bidang akademik, jabatan dan pribadi-sosial.

Selain itu juga ada beberapa perbedaan dengan konseling individual yaitu:
No. Konseling kelompok Konseling individu
1. Ada kesempatan berkomunikasi dengan teman sebaya tentang segala yang membuat risau di hati Sebatas pada interaksi dengan konselor
2. Anggota saling memberikan bantuan psikologis Unsur saling memberikan tidak ada
3. Tugas konselor berat karena harus membagi perhatian dan mengikuti jalannya pembicaraan bersama secara seksama. Tugas konselor lebih ringan.
4. Para konseli ikut bertanggungjawab terhadap pembinaan persatuan kelompok dan kelancaran proses konseling, sehingga motivasi para konseli mendapat orientasi tambahan. Konseli hanya menghadapi dirinya sendiri
5. Lebih pada segala bahan materi pembicaraan yang mengandung segala macam unsure yang juga dialami atau mudah dirasakan oleh anggota yang lain Tepatnya pada masalah pilihan antara beberapa alternative yang membutuhkan peninjauan terhadap keuntungan dan kerugian berkaitan denagn situasi kehidupan seseorang.
6. Seseorang yang membutuhkan belajar lebih memahami dan menghargai kepribadian orang lain, mudah berbicara tentang dirinya sendiri, membutuhkan orang lain untuk bertukar pikiran. Lebih seseorang yang sedang mengalami krisis, ada masalah di bidang seksual, dan yang cenderung mencari perhatian orang lain

E. STRUKTUR DALAM KONSELING KELOMPOK
Struktur kelompok dalam konseling kelompok ini melibatkan orang yang terlibat kelompok, jumlah orang yang menjadi partisipan, banyak waktu yang diperlukan, dan sifat kelompok. Jumlah anggota kelompok,pada umumnya beranggotakan 4-12 orang. Jika kurang dari 4 tidak efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Jika lebih dari 12 terlalu besar untuk konseling karena terlalu berat dalam mengelola kelompok. Untuk menetapkan jumlah konseli yang berpartisipasi dalam konseling kelompok dapat ditetapkan menurut kemampuan konselordan pertimbangan efektivitas proses konseling. Jika jumlah anggota terlalu besar maka konselor membutuhkan co-konselor.
Sifat kelompok, sifat kelompok ini bisa terbuka dan tertutup. Terbuka jika pada saat menerima anggota baru dan dikatakan tertutup jika keanggotaannya tidak memungkinkan adanya anggota baru. Terbuka dan tertutupnya sifat kelompok ini bergantung kepada keperluan konseling kelompok tersebut.

F. TAHAPAN KONSELING KELOMPOK
Dalam konseling kelompok terdapat enam tahapan yaitu tahap pembentukan kelompok, tahap permulaan, tahap transisi, tahap kerja, tahap akhir, serta tahap evaluasi dan tindak lanjut. Tahapan-tahapan itu dijelaskan secara singkat:
• Pra konseling: Pembentukan kelompok.
Pada tahap ini dilakukan seleksi anggota dan menawarkan program kepada calon sekaligus membangun harapan kepada calon peserta. Ada ketentuan-ketentuan yang mendasari penyelenggaraan konseling jenis ini yaitu adanya minat bersama, sukarela atau atas inisiatifnya sendiri, adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam proses kelompok, dan mampu untuk berpartisipasi didalam proses kelompok.
• Tahap I: Tahap permulaan (Orientasi dan Eksplorasi)
Tahap ini menentukan struktur kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota muai belajat fungsi kelompok, mulai menegaskan tujuan kelompok, mulai mengenalkan dirinya, mulai membangun norma untuk mengontrol aturan-aturan kelompok dan mulai menyadari makna kelompok untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Sedangkan peran konselor adalah membantu untuk menjelaskan tujuan kelompok dan para anggota kelompok diajak untuk bertanggung jawab terhadap kelompok, terlibat dalam proses kelompok, mendorong konseli agar berpartisipasi sehingga keuntungan akan diperoleh.
• Tahap II: Tahap Transisi
Tahap ini masalah yang dihadapi masing-masing konseli dirumuskan dan diketahui apa-aoa saja sebabnya. Dalam tahp ini kelompok mulai terbuka tetapi terjadi kecemasan, rtesistensi,konflik, dan bahkan ambivalensi tentang keanggotaannnya dalam kelompok, atau enggan jika untuk membuka diri. Tugas pemimpin kelompok disini adalah mempersiapkan mereka bekerja untuk dapat merasa memiliki kelompoknya.


• Tahap III: Tahap Kerja-kohesi dan Produktivitas
Pada tahap ini mulai menyusun rencana-rencana tindakan. Penyusuan tindakan disebut produktivitas dan kegiatan konseling kelompok ditandai dengan membuka diri lebih besar, menghilangkan defensive, terjadinya konfromtasi antara anggota kelompok, modeling, belajar perilaku baru, mulai belajar bertanggung jawab, tidak mengalami lagu kebingungan. Dengan adanya rencana-rencana tindakan anggota merasa berada didalam kelompoknya dan adanya kepuasaan dengan kegiatan kelompok.
• Tahap IV: Tahap Akhir (konsolidasi dan Terminasi)
Pada taha[ ini anggota kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-perubahan tingkah laku dalam kelompok, setiap anggota kelompok memberikan umpan balik. Umpan balik ini sangat berguna untuk perbaikan dan dilanjutkan atau diterapkan dalam kehidupan konseli jika dipandang telah memadai. Pada tahap ini juga terjadi mentransfer pengalaman dalam kelompok dan jika ada konseli yang memiliki permasalahna yang pada fase sebelumnya belum terselesaikan maka pada tahap ini harus diselesaikan.
• Setelah konseling: Tindak lanjut dan Evaluasi
Setelah beberapa waktu konseling kelompok perlu dievaluasi. Tindak lanjut dilakukan jika ada kendala-kendala dalam pelaksanaan dilapangan. Maka mungkin diperlukan upaya perbaikan terhadap rencana-rencana semula atau perbaikan terhadap cara pelaksanaannya.

G. FAKTOR KURATIF
Untuk mencapai tujuan dan maksud konseling, maka ada elemen yang harus diciptakan dan terjadi selama proses konseling berlangsung. Menurut Yalom terdapat 11 aspek dari factor-faktor kuratif, yaitu:
1. membina harapan
membina harapan dengna tujuan bahwa konseli optimis terhadap kemajuannya atau berpotensial untuk lebih baik melalui konseling kelompok. Menyadari bahwa dirinya akan lebih baik lagi dan kelompok dapat membantu untuk mendapatkan kemajuan-kemajuan.
2. universalitas
universalitas ini maksudnya adalah permasalah yang dialami konseli tidak sendiri sehingga konseli dapat memiliki perasaan dan keinginan yang sama untum menghilangkan masalah yang dialaminya. Jadi ia menyadari bahwa dirinya tdak sendiri.
3. pemberian informasi
konseli mendapatkan informasi dan bantuan dari konselor dan anggota kelompok lainnya tentang pemecahan masalahnya atau hal-hal lain yang bermakna bagi kebaikan dirinya.
4. altruisme
merasa banyak belajar dari kegiatan konseling ini maka konseli itu dapat mendorong, memberikan komentar, memberikan nasihat kepada anggota lainnya. Sehingga konseli itu merasa dibutuhkan untuk dapat diminta bantuan dan menyadari bahwa dirinya dapat mendukung keperluan anggota lainnya.
5. pengulangan korektif keluarga primer
konselor dan co-konselor dianggap sebagai orang tua dan anggota kelompok lainnya dianggap sebagai saudara dan dia belajar mencoba perilaku baru dalam berhubungan dengan orang lain.
6. pengembangan teknik sosialisasi
konseli belajar berhubungan dengan orang lain dan konseli belajar menyelesaikan konflik-konflik, mau mengerti dan memahami orang lain serta menciptakan rasa tenggang rasa dengan anggota kelompok lainnya.
7. peniruan tingkah laku
dalam konseling ini konseli mendapatkan contoh model yang positf dari anggota kelompok lain ataupun dari konselor dan co-konselor.
8. belajar menjalin hubungan interpersonal
konseli mulai mengekspresikan dirinya kepada anggota lain untuk menjelaskan hubungan dirinya dengna mereka, atau membuat eksplisit usaha-usaha dalam menjalin hubungan anggot yang lainnya.
9. kohesivitas kelompok
konseli merasa diterima dan merasa memiliki didalam anggota kelompoknya dan secara terus menerus membangun kontak dengan anggota lain, sehingga merasa nyaman dan dapat memberi dan menerima umpan balik dari para anggota kelompok.
10. katarsis
konseli melepaskan seluruh perasaannya baik yang positif maupun yang negative dan mengekspresikan perasaannya seperti cinta, marah, dan kesedahannya.
11. factor-faktor eksistensial
konseli menyadari akan eksistensi hidup, ada hidup sekaligus kematian, ada dan perlu tanggung jawab, mengurusi hal-hal yang sepele tetapi bermakna dalam kehidupan.


wallahualam...

2 komentar:

Cinta Fastabiqul Khoiroot mengatakan...

Bagus bin khoir ini ukhti tulisan mu...mdh2n bermanfaat ya..klo boleh ane mo baca di Kozt..jd di KoPas deh hehe ThQ

warn@ pelAngI mengatakan...

alhamdulillah jika bermanfaat